Mengapa Perintah Iqra’ Menjadi Fondasi: Menghidupkan Kembali Kontrol Pikiran Para Pecinta Al-Qur’an
Membaca Bukan Sekadar Hobi, Tapi Kendali Diri
Pesan ini bukan sekadar ajakan, tetapi sebuah pengingat fundamental yang barangkali sering kita lupakan di tengah hiruk pikuk media sosial.
Pesan ini diawali dengan pertanyaan mendasar:
“MENGAPA MEMBACA BUKU ITU PENTING?”
Jawabannya sesungguhnya sudah tertulis dengan tinta emas dalam sejarah peradaban Islam. “Bacalah!” atau “Iqra’!” (اقْرَأْ) adalah perintah pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu′AlaihiWasallam. Mengapa perintah ini menjadi yang paling awal? Mengapa Allah tidak memerintahkan shalat, puasa, atau zakat terlebih dahulu?
Alasannya sangat mendalam, sebagaimana disarikan dalam ODOJ Spirit Message ini:
“Sebab membaca adalah aktivitas untuk mengambil kendali atas pikiran kita. Dan pikiran kita adalah pintu masuk apa-apa yang akan jadi tindakan dan kebiasaan. Hingga pada akhirnya menjadi karakter dan nasib.”
Pikiran adalah “Ibu dari segala perbuatan”. Apa yang kita masukkan ke dalamnya, itulah yang akan tercetak menjadi tindakan, kebiasaan, karakter, dan qadar (nasib) kita. Jika pintunya kita jaga dengan bacaan bermutu, maka yang masuk adalah ilmu, hikmah, dan kesalehan.
Inilah pondasi utama mengapa literasi Al-Qur’an dan membaca buku Islam yang mendalam tidak bisa ditawar lagi. Membaca bukan sekadar mengisi waktu luang, tetapi menentukan kualitas personal branding kita di hadapan Allah dan manusia.
📱 Jerat Kapitalisme Media Sosial: Musuh Sunyi Kendali Pikiran

Mari kita jujur, saat ini kita selalu membaca. Status media sosial, caption foto, headline berita, iklan, bahkan video yang kita tonton, semua itu adalah bentuk bacaan visual. Lantas, mengapa membaca buku tetap menjadi perhatian khusus yang krusial?
Inilah poin yang diangkat secara tajam oleh pesan ini, sebuah kritik terhadap fenomena yang disebut:
“Media sosial lahir dari rahim kapitalisme yang menghendaki bacaan ringan yang bisa dicerna pikiran tanpa perlu berpikir.”
Sungguh tepat! Para pengembang media sosial (atau lebih tepatnya, para pengambil untung darinya) telah mengoptimalkan riset-riset ekonomi perilaku. Mereka tahu bagaimana membingkai pesan, headline, atau konten viral sedemikian rupa sehingga kita langsung bertindak tanpa berpikir—melakukan like, share, scroll, atau bahkan membeli.
Dampak Buruk “Bacaan Ringan”
Jika kita terus menerus mengonsumsi bacaan “tanpa berpikir” ini, maka terjadi kemunduran kognitif yang berbahaya bagi spiritualitas dan intelektualitas seorang Muslim:
- Pikiran menjadi tumpul: Kita larut dalam dunia dopamine instan, sehingga otak kita enggan diajak bekerja keras.
- Sulit Mencerna Ilmu: Kita kehilangan kemampuan untuk mencerna tulisan-tulisan mendalam yang membutuhkan perenungan mendalam (tadabbur).
- Menjauhi Buku Bermutu: Karena makin sulit mencerna buku, kita pun menjauhinya.
Padahal, buku yang baik, terutama buku-buku Islam yang sarat akan tafsir, sirah, dan hikmah, adalah harta karun.
“Padahal pada buku yang baik terkandung ilmu yang tersusun. Buku yang baik, yang kita baca itu, adalah modal untuk membentuk diri kita, sesuai harapan kita.”
Media sosial, dengan kemasan tanpa isinya, mengambil alih kendali ini, membuat kita “terbeli” oleh narasi yang belum tentu sejalan dengan nilai-nilai Al-Qur’an. Ini adalah panggilan penting bagi kita semua untuk kembali mengambil kendali penuh atas asupan pikiran kita. Ingin mencari referensi buku Islam terbaik? Pilihlah dari sumber yang terpercaya dan sesuai dengan kebutuhan jiwa.
🧠 Solusi Jernih: Membaca untuk Meluaskan Cakrawala

Pesan ini ditutup dengan sebuah resolusi yang lugas dan sangat inspiratif:
“Membacalah, demi kejernihan pikiran. Ambil alihlah kembali kendali pikiran, melalui bacaan yang bermutu.”
Membaca buku bermutu bukanlah aktivitas yang santai. Ia adalah latihan otot pikiran. Ia menuntut kita untuk melambat, mengambil jeda, dan mengambil jarak dengan rutinitas yang serba cepat.
📌 3 Prinsip Memilih Bacaan Bermutu
Bagaimana kita memilih buku yang benar-benar bisa membangun karakter seorang Pecinta Al-Qur’an? Pesan dari saudari Neil Amelia (Wa.Kabid PSDM, Dept PSDM ODOJ) ini memberikan panduan yang jelas:
- Pilih yang Dibutuhkan, Bukan yang Mudah: Penting untuk memilih buku yang dibutuhkan, bukan sekadar yang mudah dicerna. Jika kita selalu mencari yang mudah, maka kita tidak akan pernah maju. Kemajuan (dalam ilmu dan karakter) lahir dari kesediaan kita menghadapi kerumitan yang mendewasakan.
- Rentangkan Otot-Otot Pikiran: Buku yang baik itu tak pernah mudah dibaca. Sebab ia memang bertugas untuk merentangkan otot-otot pikiranmu hingga cakrawalanya meluas. Ia memaksa kita berpikir, merenung, dan menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya.
- Isi Ruang Kosong dalam Diri: Kemajuan hanya terjadi kalau kita mau menelaah ruang kosong dalam diri yang menunggu untuk diisi. Carilah buku untuk mengisi kekosongan itu. Apakah kita kosong dalam pemahaman Fiqih? Isi. Apakah kita lemah dalam Tazkiyatun Nufus (penyucian jiwa)? Isi.
Membaca dan Jihad Intelektual
Mari kita jadikan aktivitas membaca sebagai jihad intelektual kita. Jadikan buku sebagai sahabat karib yang menuntun kita kembali kepada Tadabbur Al-Qur’an yang mendalam. Ambil alih kendali itu, dan raihlah nasib terbaik yang Allah ridhai.
Disarikan dan diparafrasekan dengan penuh hormat dari ODOJ Spirit Message oleh Neil Amelia, Wa.Kabid PSDM, Dept PSDM /54/28 Oktober 2025, Departemen Rekrutmen dan Training PSDM One Day One Juz.